Senin, 18 Agustus 2014

Kisah Imam Zahid


Imam Zahid adalah seorang hamba yang dikenal shalih dan takwa. Pada suatu hari setelah beliau membaca Al-quran, Imam Zahid termenung. Pikirannya tertuju pada ayat 75-79 surat al An-am yang berkisah tentang usaha Nabi Ibrahin untuk mencapai keyakinan terhadap ketuhanan Allah Swt. Saat ituy, ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal bathinnya. Selama ini, ia tahu Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan selalu memberikan rezeki kepada siapapun dan dimanapun, baik bagi orang yang beriman ataupun kafir. Selama makhluk itu hidup, rahmat dan karunia-Nya akan tetap mengalir.

Bagi Imam Zahid, pandangan pengetahuan tersebut baru sebatas percaya. Ia belum yakin sepenuhnya terhadap pandangan tersebut. Bermula dari kisah Nabi Ibrahim as. ia ingin mencari keyakinan sekaligus ingin membuktikan bahwa Allah Swt. benar-benar membagikan rezeki dimana pun makhluk itu bertempat tinggal.

Selanjutnya, Imam Zahid mencari tempat yang jauh dari keramaian manusia. Dan, tempat yang dipilihnya adalah gunung. Sesampainya ditempat tujuan, Imam Zahid duduk dimulut gua. Tempat itu persis dengan apa yang ia inginkan, yaitu tempat yang benar-benar sepi dan tampaknya tidak satupun manusia yang berada ditempat itu sebelumnya.

Beberapa hari kemudian dugaan Imam Zahid meleset, karena dari kejauhan terlihat nampak serombongan kafilah dagang yang melintas ditempat itu dan mendekati tempatnya berada. Rombongan kafilah itu sedang tersesat hingga sampai ketempat beliau mengasingkan diri. Mereka merupakan kelompok pedagang yang berkeliling mengarungi padang pasir dengan mengendarai unta. Mereka berdagang dari kota satu ke kota yang lainnya.

Terdengar teriakan pemimpin kafilah itu agar semuanya berhenti sebentar di depan gua. Sepertinya pemimpin kafilah itu mengetahui 
keberadaan Imam Zahid yang duduk diam di depan gua.

"Wahai tuan, tolong tunjukkan kepada kami jalan ke kota terdekat agar kafilah kami tidak tersesat," kata pemimpin kafilah itu kepada Imam Zahid, 

"Sudah berhari-hari kami berada dikawasan ini dan belum juga menemukan jalan untuk ke kota."

Imam Zahid diam tidak menjawab. Pandangannya tidak beralih sedikitpun ke pemimpin kafilah. Pandanagannya tetap ke depan, tak menghiraukan keberdaan siapapun disekelilingnya. Sekali lagi pemimpin kafilah itu mengulangi pertanyaannya. Akan tetapi, Imam Zahid tak bergeming. Ia tak menjawab, walaupuin berulang kalinya.

"Sepertinya orang ini sangat kelaparean, sampai-sampai ia tidak kuat untuk berbicara. Beri ia makan dan minuman," perintah pemimpin kafilah kepada anak buahnya.

Seorang pekerja kafilah itu meletekkan makanan dan minuman di depan Imam Zahid, dan berkata, "Makanlah tuan."

Imam zahid tetap diam dan tidak bereaksi, meskipun orang itu mengulangi perkataannya. Orang itu mendekatkan makanan ke wajah Imam Zahid.

"Mungkin badannya sangat lemah karena menahan lapar yang luar biasa, sampai tidak bisa menggunakan tangannya. Mungkin suapkan saja ke mulutnya, barangkali ia baru mau memakannya," usul pemimpin kafilah.

Orang itu melaksanakan semua yang dikatakan pemimpin kafilah. Namun, mulut Imam Zahid tetap terkunci, tak mau membukanya.

"Buka paksa saja mulutnya, ia mungkin sangat lemah untuk membuka mulutnya sendiri," kata pemimpin kafilah itu.

Orang itu mencoba untuk membuka mulut Imam Zahid, tetapi mulut itu tetap tak mau membuka untuk mengunyah makanan.

"Allahu akbar, pakailah pisau untuk membuka mulutnya!" Perintah pemimpin kafilah.

Ketika salah seorang kafilah membuka bungkusan untuk mengambil pisau, secara tiba-tiba Imam Zahid tertawa keras. Orang-orang yang ada ditempat itu terkejut bukan main.

"Ternyata, kamu tidak lemah atau kelaparan, tidak seperti yang kami sangka," kata pemimpin kafilah.

"Tidak tuan-tuan," kata Imam zahid, "Aku tidak kelaparan, sebagaimana yang kalian perkirakan. Sebelumnya aku mohon maaf bila merepotkan kalian semua. Ketahuilah tujuanku berda disini dan seperti tak nmenghiraukankeberadaan kalian hanyalah untuk mencari tahu dan meyakinkan diri tentang cara Allah SWt. memberikan rezeki kepada segenap makhluk-Nya. Ternyata ditempat terpencil dan dunyi inipun Allah swt. tetap memperhatikanku dan mengirimkan rezeki-Nya melalui perantaraan kalian. Karena itu dimanapun kita berada pasti diberikan rezeki oleh allah Swt; Tuhan tidak akan pernah menelantarkan makhluk-Nya."

Pemimpin dan anggota kafilah dapat memahaminya. Imam zahid dan rombongan kafilah pedagang itupun makan bersama-sama. sesudah menyantap makanan, ia dan rombongan kafilah yang tersesat itu pergi menuju ke kota. Kini Imam Zahid telah yakin dan semakin bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt.