Selasa, 23 Juni 2015

Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupkan salah satu penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di Indonesia. Dikatakan bahwa di Indonesia, 16-50% laki-laki dewasa terkena anemia ini, 25-48% untuk wanita tak hamil, dan 46-92% pada wanita hamil. Anemia desiensi besi adalah penyakit yang timbul akibat berkurangya kadar besi dan cadangan besi dalam tubuh sudah kosong sehingga mengurangi pembentukan hemoglobin dan eritropoiesis. Anemia ini termasuk kedalam anemia hipokromik mikrositer.
            Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yakni akibat konsumsi makanan yang rendah zat besi, gangguan penyerapan besi, serta kehilangan besi akibat perdarahan. Konsumsi makanan yang mengandung zat besi non-heme, bioavailabilitasnya seingkali rendah, hal ini karena absorbsi besi non-heme dapat dihambat oleh serat dan dipercepat oleh vitamin c. Gangguan absorbsi dapat terjadi pada kondisi gastrektomi, tropical sprue (diare akut-kronik) atau colitis kronik. Kehilangan besi akibat perdarahan dapat berasal dari saluran cerna (tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang), saluran genitalia perempuan (menorrhagia). Anemia ini juga dapat disbabkan oleh peningkatan kebutuhan besi pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
            Gejala anemia defisiensi besi meliputi gejala umum anemia, gejala khas defisiensi besi, dan gejala penyakit dasar. Gejala umum anemia /sindrom anemia akan muncul jika kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl namun hal ini akan terjadi jika penurunan terjadi secara tiba-tiba, namun bila penurunan Hb terjadi secara perlahan-lahan, gejala baru muncul jika Hb dibawah 6 g/dl , gejalanya berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang dan telinga berdenging. Gejala khas defisiensi besi adalah koilonychias/kuku sendok, atrifi papil lidah, cheilosis, nyeri menelan/disfagia, dan pica. Sedangkan gejala penyakit dasar tergantung pada penyakit yang menyertai anemia tersebut.

            Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan melalui anamnesis (adanya pola hidup seperti pola makan, adanya penyakit yang mungkin menjadi pemicu), pemeriksaan fisik (melihat conjunctiva, cavum oris, telapak tangan, bentuk kuku). Pemeriksaan laboratorium juga sangat penting. Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan profil besi.pemeriksaan tambahannya juga bisa juga dengan menggunakan apus darah tepi untuk melihat adanya pengecilan dan warna pucat eritrosit.
            Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan terapi perlu ditentukan adanya anemia, adanya defisiensi besi, dan penyebab tejadinya defisiensi besi. ketiga hal tersebut sangat penting agar terapi menjadi maksimal dan kemungkinan kesembuhan juga meningkat.

            Terapi untuk penyakit ini terbagi menjadi 2, yaitu terapi farmakologi/obat-obatan dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi terbagi dua yaitu terapi oral dan parenteral. Terapi oral yang diberikan biasanya adalah ferrous sulfat 3 x 200mg diberikan selama 3-6 bulan dengan dosis pemeliharaan 100-200 mg. Terapi parenteral biasanya diberikan jika terapi oral tidak memungkinkan, sediaan yang digunakan adalah iron dextran complex 50mg sacara injeksi intramuscular atau intravena pelan. Terapi nonfarmakologi meliputi pola diet dan transfusi darah.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar