Anemia defisiensi besi merupkan salah satu penyakit
dengan prevalensi cukup tinggi di Indonesia. Dikatakan bahwa di Indonesia,
16-50% laki-laki dewasa terkena anemia ini, 25-48% untuk wanita tak hamil, dan
46-92% pada wanita hamil. Anemia desiensi besi adalah penyakit yang timbul
akibat berkurangya kadar besi dan cadangan besi dalam tubuh sudah kosong
sehingga mengurangi pembentukan hemoglobin dan eritropoiesis. Anemia ini
termasuk kedalam anemia hipokromik mikrositer.
Anemia
defisiensi besi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yakni akibat konsumsi
makanan yang rendah zat besi, gangguan penyerapan besi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan. Konsumsi makanan yang mengandung zat besi non-heme,
bioavailabilitasnya seingkali rendah, hal ini karena absorbsi besi non-heme
dapat dihambat oleh serat dan dipercepat oleh vitamin c. Gangguan absorbsi
dapat terjadi pada kondisi gastrektomi, tropical sprue (diare akut-kronik) atau
colitis kronik. Kehilangan besi akibat perdarahan dapat berasal dari saluran
cerna (tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang),
saluran genitalia perempuan (menorrhagia). Anemia ini juga dapat disbabkan oleh
peningkatan kebutuhan besi pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
Gejala
anemia defisiensi besi meliputi gejala umum anemia, gejala khas defisiensi
besi, dan gejala penyakit dasar. Gejala umum anemia /sindrom anemia akan muncul
jika kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl namun hal ini akan terjadi jika
penurunan terjadi secara tiba-tiba, namun bila penurunan Hb terjadi secara
perlahan-lahan, gejala baru muncul jika Hb dibawah 6 g/dl , gejalanya berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang dan telinga berdenging.
Gejala khas defisiensi besi adalah koilonychias/kuku sendok, atrifi papil
lidah, cheilosis, nyeri menelan/disfagia, dan pica. Sedangkan gejala penyakit
dasar tergantung pada penyakit yang menyertai anemia tersebut.
Untuk
menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan melalui anamnesis
(adanya pola hidup seperti pola makan, adanya penyakit yang mungkin menjadi
pemicu), pemeriksaan fisik (melihat conjunctiva, cavum oris, telapak tangan,
bentuk kuku). Pemeriksaan laboratorium juga sangat penting. Pemeriksaan yang
diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan profil besi.pemeriksaan
tambahannya juga bisa juga dengan menggunakan apus darah tepi untuk melihat
adanya pengecilan dan warna pucat eritrosit.
Perlu
diperhatikan bahwa sebelum melakukan terapi perlu ditentukan adanya anemia,
adanya defisiensi besi, dan penyebab tejadinya defisiensi besi. ketiga hal
tersebut sangat penting agar terapi menjadi maksimal dan kemungkinan kesembuhan
juga meningkat.
Terapi
untuk penyakit ini terbagi menjadi 2, yaitu terapi farmakologi/obat-obatan dan
terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi terbagi dua yaitu terapi oral dan
parenteral. Terapi oral yang diberikan biasanya adalah ferrous sulfat 3 x 200mg
diberikan selama 3-6 bulan dengan dosis pemeliharaan 100-200 mg. Terapi
parenteral biasanya diberikan jika terapi oral tidak memungkinkan, sediaan yang
digunakan adalah iron dextran complex 50mg sacara injeksi intramuscular atau
intravena pelan. Terapi nonfarmakologi meliputi pola diet dan transfusi
darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar